Senin, 25 Januari 2010

Tips Merawat Batik

Berikut ini tips tips yang dapat dilakukan untuk merawat batik .

1. Gunakan sabun pencuci khusus untuk kain batik yang banyak dijual di pasaran. Atau, cuci kain batik dengan shampo rambut. larutkan dulu shampo di air sampai tak ada yang mengental. Lalu, celupkan kain batik.

2. Untuk cara tradisional, bisa menggunakan buah lerak atau daun tanaman dilem yang sudah diredam air hangat. Caranya, remas-remas buah lerak atau daun dilem sampai mengeluarkan busa, lalu tambahkan air secukupnya, kemudian celupkan batik. Aroma buah lerak mampu mencegah munculnya hewan kecil yang bisa merusak kain.

3. Jangan pakai deterjen dan jangan digosok. cukup rendam di air hangat. Tapi jika benar-benar kotor, terkena noda , bisa dihilangkan dengan sabun mandi atau kulit jeruk. Caranya, cukup dengan mengusapkan sabun mandi atau kulit jeruk di bagian yang kotor tadi. jangan mencuci batik dengan mesin cuci.

4. Waktu penjemuran, batik tak perlu diperas. Jemurlah di tempat teduh atau diangin-anginkan hingga kering. jangan menjemurnya langsung di bawah sinar matahari.

5. tarik bagian tepi batik secara perlahan agar serat yang terlipat kembali ke posisi semula, pada saat penjemuran.

6. hindari menyetrika batik secara langsung. Jika batik tampak sangat kusut, semprotkan sedikit air di atas kain batik lalu letakan sehelai alas kain di atasnya, baru diseterika. Bila ingin memberi pewangi atau pelembut pada batik tulis, jangan semprotkan langsung pada kainnya. tutupi dulu batik tulis dengan koran, lalu semprotkan cairan pewangi dan pelembut kain tadi di atas koran. Jangan semprotkan parfum atau minyak wangi langsung ke kain batik, terutama batik sutera dengan pewarna alami.

7. Saat disimpan dalam lemari jangan diberi kapur barus, karena zat padat ini sangat keras dan bisa merusak batik. Simpanlah batik Anda dalam plastik agar tak dimakan ngengat. atau beri sedikit merica yang dibungkus tisu di lemari tempat menyimpan batik. Atau, letakkan akar wangi yang sudah dua kali melalu proses pencelupan dalam air panas dan dijemur hingga kering.

Canting

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Canting tradisional Indonesia

Canting (dari bahasa Jawa, canthing, IPA:tʃanʈiŋ) adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan yang khas digunakan untuk membuat batik tulis, kerajinan khas Indonesia. Canting tradisional untuk membatik adalah alat kecil yang terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya.
[sunting]
Kegunaan

Canting dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam. Canting pada umumnya terbuat dari bahan tembaga dengan gagang bambu, namun saat ini canting untuk membatik mulai digantikan dengan teflon.
[sunting]
Desain

Sebuah canting terdiri dari:
Nyamplung ; tempat tampungan cairan malam, terbuat dari tembaga.
Cucuk ; tergabung dengan nyamplung, adalah tempat keluarnya cairan malam panas saat menulis batik.
Gagang ; pegangan canting, umumnya terbuat dari bambu atau kayu.

Ukuran canting dapat bermacam-macam sesuai besar kecilnya lukisan batik yang akan dibuat. Saat digunakan, pengrajin memegang canting seperti menggunakan pena, mengisi nyamplung dengan malam cair dari wajan tempat memanaskan malam tersebut. Pengrajin kemudian meniup cairan malam panas dalam nyamplung untuk menurunkan suhunya sedikit, kemudian melukiskan malam yang keluar dari cucuk tersebut di atas gambar motif batik yang sebelumnya telah dilukis dengan pensil. [1]

Asal mula teknik pembuatan batik

Tekhnik pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam , sudah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[3]

Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]

G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4]

Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.

Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[2]

Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.

Apa yang berbeda dari Batik Tulis dan Batik Cap?

Perbedaan batik tulis dan batik cap dapat diidentifikasi lewat hal2 sbtg berikut

Batik Tulis dibuat menggunakan canting , sebuah alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dengan memiliki ujung berupa saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam dalam membentuk gambar awal pada permukaan kain. tidak ada pengulangan yang jelas, bentuk gambar/desain pada batik tulis , sehingga gambar lebih luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan batik cap. hasilnya, gambar kedua sisi kain nampak lebih rata atau tembus bolak-balik) . Potongan gambar (ragam hias) yang diulang ulang biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya. sedangkan batik cap bisa sama persis antara gambar yang satu dengan gambar lainnya.

Proses pembuatan batik tulis relatif lebih lama dibandingkan dengan batik cap. Bahkan, batik tulis yang halus bisa memakan waktu 3 hingga 6 bulan lamanya. Dan pastinya harga jual batik tulis relatif lebih mahal, dikarenakan dari sisi kualitas biasanya lebih bagus, mewah dan unik.

Batik cap dikerjakan menggunakan alat cap yang terbuat dari tembaga yang dibentuk sesuai dengan gambar atau motif . Dibutuhkan waktu rata-rata 2 minggu untuk pembuatan satu gagang cap batik dengan dimensi panjang dan lebar : 20 cm X 20 cm . Desain pada batik cap selalu nampak berulang dengan bentuk yang sama, dan mempunyai ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan dengan batik tulis. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain. Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada goresan motifnya. karena batik cap tidak melakukan penutupan pada bagian dasar motif yang lebih rumit seperti halnya yang biasa dilakukan pada proses batik tulis. Waktu yang dibutuhkan untuk sehelai kain batik cap berkisar 1 hingga 3 minggu, sehingga dapat diproiduksi banyak dan lebih murah.

Harga alat cap batik relatif lebih mahal dari canting. harga cap batik dengan ukuran 20 cm X 20 cm berkisar Rp. 350.000,- hingga Rp. 700.000,-/motif. Jadi, dari sisi modal awal batik cap relatif lebih mahal.

Minggu, 24 Januari 2010

Sejarah Batik Indonesia

Awal mula batik di Indonesia terkait dengan kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di Jawa. kemudian berkembang pada masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

mulai meluasnya kesenian batik Indonesia dan khususnya di Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru sekitar tahun 1920. kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.

batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat dan menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.

Obat-obat luar negeri baru dikenal sesudah dijual oleh pedagang-pedagang Cina di Mojokerto. Batik cap dikenal bersamaan dengan masuknya obat-obat batik dari luar negeri. Cap dibuat di Bangil dan pengusaha-pengusaha batik Mojokerto dapat membelinya dipasar Porong Sidoarjo, Pasar Porong ini dikenal sebagai pasar yang ramai, dimana hasil-hasil produksi batik Kedungcangkring dan Jetis Sidoarjo banyak dijual.

Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto adalah hampir sama dengan batik-batik Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu tempat pembatikan didesa Majan dan Simo. Desa ini juga mempunyai riwayat sebagai peninggalan dari zaman peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825.

Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait namun perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat didaerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata, pada jaman kerajaan di daerah ini. Hal itu tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung berikutnya lebih dipenagruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.

Batik Majan ini merupakan peninggalan dari seni membuat batik zaman perang Diponegoro. Warna babaran batik Majan dan Simo adalah unik karena warna babarannya merah menyala (dari kulit mengkudu) dan warna lainnya dari tom. Sebagai batik setra sejak dahulu kala terkenal juga didaerah desa Sembung, yang para pengusaha batik kebanyakan berasal dari Sala yang datang di Tulungagung pada akhir abad ke-XIX. Hanya sekarang masih terdapat beberapa keluarga pembatikan dari Sala yang menetap didaerah Sembung. Selain dari tempat-tempat tesebut juga terdapat daerah pembatikan di Trenggalek dan juga ada beberapa di Kediri, tetapi sifat pembatikan sebagian kerajinan rumah tangga dan babarannya batik tulis.